Oleh: Rusilanti, Dosen Universitas Negeri Jakarta
YASINNI.COM. Salma, seorang murid SD, bangga menceritakan kepada ibu gurunya
tentang bakmi yang dimakannya kemarin bersama teman-temannya. ”Rasanya
enak, gurih, baunya tajam, merangsang nafsu makan,” kisahnya, menjawab
pertanyaan guru.
Sang guru pun menasihatinya agar berhati-hati dalam memilih
restauran. Dengan rasa seperti itu, demikian bu guru menasihati, tak
mustahil bakmi itu menggunakan minyak babi. Dengan polos Salma bertanya,
”mengapa Allah mengharamkan babi, meski itu hanya minyaknya?”
Akhirnya dengan bijaksana sang guru menerangkan. Alkisah, seperti
diriwayatkan Ibnu Majjah di Kitab ash-shahabah, dari ‘Abdullah bin
Jabalah bin Hibban bin Hajar, dari bapaknya, yang bersumber dari
datuknya (Hibban bin Hajar), dikemukakan bahwa ketika Hibban sedang
menggodok daging bangkai, Rasulullah ada bersamanya.
Maka turunlah ayat ini (Q.S. 5 Al- Maidah: 3) yang artinya:
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi (daging hewan)
yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul,
yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang
sempat kamu menyembelihnya , dan (diharamkan bagimu) yang disembelih
untuk berhala.
Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah,
(mengundi nasib dengan anak panah itu adalah kefasikan).
Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk mengalahkan
agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah
kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan
telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi
agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja
berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Seketika itu juga Hiban membuang rebusan bangkai tersebut. Dalam hal ini haramnya bangkai disetarakan dengan haramnya babi.
Bila ditinjau dari segi komposisi gizinya, daging babi mirip daging
lainnya, misalnya, dalam 100 gr daging babi mengandung protein cukup
tinggi yaitu 11,9 gr untuk daging babi gemuk dan 14,1 gr sedikit di
bawah daging sapi. Kandungan lemaknya menempati urutan tertinggi bila
dibandingkan dengan hewan lain, yaitu 45 gr untuk daging babi gemuk dan
35 gr pada daging babi kurus.
Dari berat pasaran babi, rataannya adalah 108 kg didapat 83 kg karkas
yang terdiri dari 15,5 kg lemak (lard). Kandungan lemak daging dapat
mempengaruhi akumulasi kolagen daging, karena akumulasi lemak dapat
melarutkan dan menurunkan kolagen daging. Lemak babi (lard) mengandung
41 persen lemak jenuh, dimana dalam 1 sendok makan lemak babi (lard)
terdapat 12 mg kolesterol.
Kadar kolesterol yang tinggi ini dapat mengakibatkan penyakit
arterosklerosis, jantung koroner, penyempitan pembuluh darah pada arteri
otak yang dapat menyebabkan terjadinya stroke. Konsumsi lemak yang
terlalu tinggi juga memicu berbagai jenis penyakit kanker. Kandungan
niasin, ribovlavin dan Fe cukup tinggi, namun sedikit kandungan Ca dan
tidak mengandung vitamin A dan D.
Mesti diakui, ada komponen dari babi yang bermanfaat, bagi industri
makanan, obat dan kosmetik. Komponen itu gelatin, lard, rened, dan
insulin. Gelatin dan lard ini banyak digunakan karena karakter lemak
babi memiliki kekhasan dibandingkan lemak dari daging lainnya.
Kendati demikian, ditilik dari kandungan lemak babi yang tinggi,
justru membuat lemak babi ini beharga murah. Ini jika dibandingkan
dengan lemak sapi. Tak mengherankan, tak sedikit pengusaha menggunakan
lemak babi, karena perhitungan ekonomis.
Di sisi lain, pada industri makanan suka menggunakan minyak dan lemak
babi, karena berfungsi sebagai penghantar panas, menambah cita rasa,
mengempukkan produk akhir dan memperbaiki tekstur makanan. Gelatin,
misalkan, digunakan untuk meratakan kekentalan sirop dan kecap. Juga
diperlukan pada pembuatan agar-agar dan es krim agar kenyal dan lembut.
Begitupun untuk pembuatan permen. Rened berfungsi memisahkan lemak dan protein pada proses pembuatan
keju. Pada industri obat gelatin digunakan sebagai emulgator yang
biasanya digunakan sebagai bahan penolong atau tambahan pada jenis obat
kapsul, tablet, emulsi, pil, dan obat dalam lainnya. Sedangkan pada
industri kosmetika, lemak babi digunakan misalnya dalam produk lipstik.
Kendati memiliki ragam manfaat, mengonsumsi babi lebih banyak
mudharatnya.
Salah satu contohnya dari konsep perilaku manusia. Prof KH
Ibrahim Hosen — yang disitir oleh Thobieb Al-Asyhar dalam bukunya
“Bahaya makanan haram bagi kesehatan jasmani dan kesucian rohani” —
menyingkapkan, mereka yang gemar mengonsumsi babi cenderung rasa
cemburunya relatif rendah.
Rendahnya rasa cemburu ini seperti sifat babi sendiri. Yaitu minim
sifat malu dan hilangnya kepedulian terhadap sesama. Tak ayal, mereka
yang terbiasa dan gemar makan babi, tidak mudah cemburu bahkan ketika
pasangan hidupnya selingkuh.
Penelitian lain pun menyingkapkan, terjadinya penurunan intelektual
dari orang yang secara kontinu makan babi, dapat juga menyebabkan
lemahnya kepekaan terhadap kehormatan diri (harga diri).
Lantas, bagaimana dengan makanan halal yang diperoleh secara haram?
Tentu tetap berpengaruh pada sikap mental manusia. Masalah halal bukan
saja terletak pada dzatnya namun juga pada proses dan prosedur
pembuatannya. Makanan yang halal mencerminkan jiwa bersih. Jasmani pun
segar sehingga menumbuhkan ketenteraman dan kekhusyuan dalam beribadah.
Berkait pengharaman babi, selain aspek ilmu pengetahuan, juga
terutama karena aspek keimanan. Pelarangan mengonsumsi babi menjadi
barometer ketaatan orang-orang yang beriman akan godaan-godaan. Dengan
mengonsumsi makanan halal, berarti konsisten dengan kesepakatan kita
dengan Allah pada saat ditiupkan-Nya ruh ke dalam kandungan ibu kita.
Demikian pentingnya makanan halal tercermin dalam Hadis berikut
“Barang siapa berusaha atas keluarganya dari barang halalnya, maka ia
seperti orang yang berjuang di jalan Allah. Dan barang siapa menuntut
dunia akan barang halal dalam penjagaan, maka ia berada di dalam derajat
orang-orang yang mati syahid” (HR. Thabrani dari abu Hurairah).
Dengan demikian, kita wajib mendapatkan makanan halal, baik cara
mendapatkannya, barang (dzatnya), maupun proses produksinya. Ini
mengingat barang halal bila tercampur dengan haram, maka hukumnya haram
menurut tinjauan fikih. Berkaitan dengan itu, perlu upaya menyelamatkan
umat Islam dari terkonsumsinya komponen babi di dalam produk makanan,
obat, serta kosmetik yang dibelinya. Peran pemerintah dalam pemberian
Label Halal tentu menjadi alternatif tanpa harus memberatkan konsumen.
***
Dari Sahabat
+ komentar + 1 komentar
Halo Bossku ^^
Segera Daftarkan ID di ibu21,com
Menyediakan 8 Permainan Hanya Dengan 1 ID
Serta Tersedia Promo Menarik
Bonus Turn Over Terbesar
Bonus Refferal Seumur Hidup
Minimal Deposit Hanya 25Rb
BBM : csibuqq
WA : +855 88 780 6060
Di Tunggu Kehadirannya Bossku ^^
Posting Komentar